FIRMAN
Khotbah minggu
RAHASIA UNTUK MENCUKUPKAN DIRI
(Fil 4:10-23)
Kehidupan yang seperti apakah kehidupan yang terhormat bagi orang-orang Kristen? Alkitab mengajarkan bahwa kehidupan yang terhormat adalah yang merasa cukup di dalam lingkungan yang seperti apapun. Jika kita benar-benar hidup dengan merasa cukup, merasa
puas, maka kita bisa hidup dengan bahagia. Rasa puas atau cukup adalah hal yang sangat mulia, yang sangat berharga. Kitab Filipus adalah surat sukacita, serta
surat syukur yang terkenal yang ditinggalkan rasul Paulus. Kitab Filipus ini juga adalah surat kasih dan surat kesaksian iman.
Ini juga merupakan surat pergaulan dan penghiburan. Di kitab Filipus, kita bisa
menemukan rahasia untuk mencukupkan diri. Ketika Paulus berada di
penjara Roma, sambil Paulus mengucap syukur tentang persembahan yang dikirim oleh kawan-kawan seiman Filipus lewat Efaproditus, Paulus
mengucapkan kesaksian tentang salah satu syukurnya yaitu tentang mencukupkan
diri. Mencukupkan diri berarti merasa
cukup hanya dengan yang sudah dimiliki. Kalau begitu, apa rahasianya untuk mencukupkan diri?
1.
Rahasia untuk mencukupkan diri adalah lewat
mempelajarinya.
Dikatakan bahwa Paulus bisa mencukupkan diri karena ia telah belajar (Fil 4:11).
Di sini kata
'mencukupkan diri' dalam bahasa Yunani autos dan arkheo. Autos artinya
diri sendiri, arkheo artinya cukup
atau penuh.
Kata ini adalah kata yang hanya dipakai di ayat ini
saja di seluruh PB dan memiliki arti mengenal, tahu, atau dengan sendirinya
merasa puas atau cukup. Sebuah hal yang harus kita perhatikan
adalah secara khusus ditekankan fakta “Aku telah belajar.”
Ini merupakan filosofi
kehidupan yang ia peroleh lewat proses belajar (Tim 6:7). Maka kata ‘belajar’ disini menyiratkan arti bahwa ada
proses pelatihan yang sulit. Dia belajar dari sekolah yang namanya ‘dalam
segala keadaan.’ ‘Dalam
segala keadaan’ bahasa Yunaninya en hois eimi, yang berarti ‘apapun situasi yang saya sedang alami.’
Jadi di sekolah ini, ia belajar tentang dirinya, tentang dunia, tentang Yesus. Di sekolah ini rasul Paulus belajar
mata pelajaran kesehatan, penyakit, ketaatan, kesulitan. Serta, ia juga belajar mata pelajaran
kekayaan dan kemiskinan, kasih dan kebencian. Apalagi, di dalam penjara Roma, ia belajar dan menguasai tentang mencukupkan diri, yaaitu mata
pelajaran yang baru dari kehidupan manusia (Fil
4:12). Jadi rahasia untuk mencukupkan diri bukanlah hanya semata perasaan yang berpuas diri, melainkan juga berpuas dengan kasih karunia Allah.
Di sekolah yang bernama ‘dalam segala
keadaan’, Yusuf, Daniel dan 3 temannya juga belajar. Dalam kasus Lazarus si pengemis pun demikian. Orang yang telah mahir pada jurusan yang namanya ‘mencukupkan diri’ dalam segala keadaan, dialah
yang disebut sebaga orang Kristen. Jika tidak belajar mencukupkan
diri, maka musuh yang bernama ‘keserakahan’ akan merasuki kita.
Dengan menunjuk pada keserakahan tersebut, Tuhan menyebutnya sebagai duri (Mat 13:22, Mar 4:18-19, Luk 8:14). Alasannya kita sudah lama mendengar
firman tapi tidak menghasilkan buah karena di dalam hati kita ada keserakahan.
Dan duri dari keserakahan tersebut menutupi firman Allah.
Hasilnya, benih firman tidak bisa bertumbuh.
2.
Rahasianya ada pada mengetahui.
Rasul Paulus berkata di
Filipi
4:12, “Aku tahu apa itu
kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan...” Ungkapan belajar yang barusan kita bahas itu
adalah ajakan, arahan atau teori. Dan hasil dari belajar adalah
mengetahui.
Itu menjadi pengetahuan yang hidup. Kalau begitu apa yang rasul Paulus sadari
atau ketahui?
1)
Ia telah tahu apa itu kekurangan.
‘Tahu apa itu kekurangan’ di Filipi 4:12 ungkapan
ini adalah tapeinus, berbentuk pasif dari tapeino'o. Secara hurufiah artinya menurunkan level air pada bendungan atau menurunkan
ketinggian gunung. Dan dari situ artinya berkembang lagi menjadi rendah atau kehinaan. Jadi ‘tahu apa itu kekurangan’ artinya ia menghadapi dengan puas situasi yang ia alami. Paulus telah tahu
menghadapi kelaparan (2Kor 11:27) dan kekurangan (2Kor 11:9).
Kapan ia belajar tentang menghadapi situasi2 tersebut? Ketika ia bersyukur atas
makanan yang sekucupnya (Ams 30:8, Mat 6:11). Itu terjadi saat ia tidak mengharapkan yang lain lagi selain Yesus. Kita pun, kalau tidak menjadi demikian, kita akan diseret oleh hawa
nafsu (Yak 1:15), dan akan melakukan pencurian (Ams 30:9).
Serta kita akan menjadi orang yang serakah, yaitu menjadi
penyembah berhala (Ef 5:5, kol 3:5)
dan akan bertepatan dengan yang dikatakan di Amsal 30:15.
2)
Ia telah tahu apa itu kelimpahan (Fil 4:12).
Ungkapan tersebut dalam bahasa Yunani pherit syu ein, yang artinya ‘ada dalam jumlah yang telah penuhi’ atau ‘melengkapi dengan berlimpah’, atau ‘memiliki dengan cukup.’
Dikatakan bahwa ia tahu menghadapi
kekenyangan.
Banyak orang berpikir bahwa masalahnya adalah kemiskinan dan kalau kaya, maka ia tidak akan berbuat dosa dan tidak akan pelit. Tapi nyatanya berlawanan dengan itu. Ketika seseorang menjadi kaya, ia malah berbuat
dosa (Luk 12:16-19). Mereka mengabaikan orang (Yak 2:6), juga tenggelam dalam percabulan, pemborosan, foya-foya dan kesenangan. Di 1Timotius 6:10 “akar segala
kejahatan ialah cinta uang” (Yak 5:1-3). Orang Kristen haruslah
tahu menghadapi kelimpahan dan menghadapi
kesulitannya sebagai pengurus yang baik dari Allah. Kita tidak hanya mengejar
kekayaan saja, tapi kita harus melayani dan mengabdi untuk pembangunan kerajaan Allah dengan materi (1Tim 6:9).
Supaya tidak terjebak dalam hal-hal tsb, kita haruslah menghadapinya dengan baik sebagai jemaat kudus yang percaya Allah, yang mempunyai iman.
Kesimpulan:
Rasul Paulus tanpa
menerima campur tangan orang lain, ia sendiri menguasai kekayaan dan kemiskinan. Ayub di PL adalah orang yang seperti demikian. Ketika ia memiliki ia
mencukupkan diri dan saat ia tidak memiliki pun, ia hidup
dengan sikap mencukupkan diri. Dikatakan meski ia ada
materi, hatinya sedikit pun tidak terampas (Ayb 31:24-25). Hari ini, kita janganlah mengeluh karena kehidupan kita miskin, tapi mari kita mencukupkan diri,
berpuas dan bersyukur. Serta ketika kita hidup dengan menikmati kekayaan
pun, janganlah kita menuruti keserakahan kita. Di situasi seperti apakah kita menjadi tidak percaya, menjadi
mengeluh dan kehilangan sikap mencukupkan diri? Itu ketika kita tidak percaya kasih karunia
Allah yang bekerja memelihara setiap jemaat kudus (Mzm 16:5, Mzm 23:1). Kiranya kita semua menjadi sadar bahwa Tuhan
berada bersama kita dan bisa bersyukur dalam lingkungan apapun dan bisa
menjalani kehidupan dengan sikap mencukupkan diri. Amin.