FIRMAN
Khotbah minggu
Marilah Hidup Dengan Hanya Berharap Kepada Tuhan, Dari Sekarang Sampai Selama-lamanya
Views 74391 Votes 0 2015.05.13 20:39:08MARILAH HIDUP DENGAN HANYA BERHARAP KEPADA TUHAN,
DARI SEKARANG SAMPAI SELAMA-LAMANYA
(Mzm 131:1-3, 146:5)
Mazmur 131 memperlihatkan kepada kita antusias yang murni yang tidak ada dusta dari Daud. Itu merupakan ketetapan dan harapan dari kehidupan raja Daud.
1.
Marilah kita hidup dengan sikap kerendahan
hati seperti Daud.
Ketika Saul mengejarnya
bersama 3000 orang tentara, Daud menaruh harapannya pada Allah. Bola mata hati Daud tidak pernah berpaling dari hadapan Allah.
Ketika anaknya Absalom
memberontak dan hendak merebut tahkta raja, Daud melarikan diri tanpa
memakai alas kaki. Waktu itu, seseorang yang bernama Simei mencaci maki mengutuki raja Daud. Waktu itu Daud berkata, “Biarkanlah dia, Allahlah yang menyuruhnya sehingga lewat Simei caci maki turun kepadaku.” Inilah kerendahan hati. Dari 3 sisi, Daud dinilai sebagai orang yang memiliki kerendahan
hati (Ams 22:4). Meski ia sendiri raja, ia mengakui
dirinya sebagai sosok yang bukan apa-apa dan hanya seorang pengembara di dunia. Kalau begitu, seperti apakah
kerendahan hati yang dikatakan di Alkitab?
1)
Hati yang hanya berharap kepada Allah, itulah kerendahan hati (Mzm 131:3b).
Tanpa merendahkan diri, merendahkan lagi dan merendahkan lagi, kita tidak bisa berharap kepada Allah. Maka pada ungkapan, “Berharaplah kepada Tuhan dari sekarang sampai selama-lamanya”, terkandunglah arti merendahkan diri. Jika ego kita, diri kita sendiri
masih hidup, kita akan mengentengkan Allah. Itulah manusia (Dan 4:30). Jika ada sikap seperti demikian akan hancur
binasa secara turun temurun, maka kita
harus membuang
sikap yang demikian.
2)
Kerendahan hati adalah hal-hal yang dari dalam, dari kepribadian. Kerendahan hati yang tampak di luar, yang munafik, bukanlah
kerendahan hati yang sejati. Kerendahan hati juga bukannya berarti menyerah atau putus asa. Kerendahan hati, dari konsep Ibrani, berarti menekan, merendahkan atau mengganggu. Merendahkan diri di
hadapan Allah dan mengganggu diri
sendiri sambil berperang melawan ego diri, inilah kerendahan hati.
Jadi dengan kasih karunia
yang diberikan, kita merendahkan diri dan menekan diri dengan firman. Meski kita menjadi tinggi, kita tidak bisa lebih
tinggi dari Allah kan? Itu sebabnya kita harus merendahkan diri dan akhirnya menjadi rendah. Dikatakan, “kecongkakan mendahului kehancuran dan tinggi hati mendahului
kejatuhan” (Ams16:18). Di kota Sodom dan Gomora, ada kesombongan dan keangkuhan, dan ini yang menjadi penyebab kehancuran
(Yeh 16:49). Dikatakan, “Allah menentang orang yang congkak, tapi
mengasihi orang yang rendah hati” (Yak 4:6, 1Pet 5:5, Luk 18:9-14).
Kehidupan manusia itu sama seperti anak tangga yang naik ke atas, tangga iman. Jika kita naik
ke atas tangga iman ini, maka hanya Allah saja yang akan terlihat (Ibr 12:2). Tapi jika kita
turun dari tangga iman, yang terlihat hanyalah diri
sendiri saja.
Raja Hizkia, ia menerima banyak kasih dan kasih karunia dari Allah, namun ia menjadi sombong. Lalu ia sadar bahwa Tuhan mau menghantamnya dan
kerajaannya, maka ia bertobat (2Taw 32:25-26). Raja Asa pun, setelah ia
menerima kasih karunia 39 tahun lamanya, ia menjadi sombong. Raja Uzia juga karena ia
sombong, timbullah penyakit kusta di dahinya sehingga ia mati. Seperti demikian, jika seseorang menjadi sombong, ia akan hancur
binasa (1Kor 15:10, 10:31).
2.
Marilah kita hidup dengan membuang hawa
nafsu, keinginan yang berlebihan.
Ini merupakan pengakuan
bahwa ia tidak akan merusak dirinya dengan hawa nafsu, keinginan yang berlebihan (Mzm 131:1b).
Daud tidak memboroskan kekuatan yang diberikan Allah kepadanya.
Ia tidak memakai
segala kekuatan dan kuasanya untuk hal yang sia-sia. Ia hanya menggunakannya untuk kehendak Allah. Kekuatan yang manusia bisa pakai di sepanjang
hidupnya itu terbatas. Kekuatan dan hidup yang diberikan Allah kepada kita,
kita haruslah memakainya untuk kehendak Tuhan. Kita tidak
boleh menyerahkannya kepada kegelapan, yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dikatakan bahwa saat mencari uang pun,
jika terlalu serakah maka akan hancur (1Tim 6:8-10).
Namun maksudnya bukanlah “janganlah mencari
uang.” Tapi kalau hanya mencari kesenangan dan tenggelam dalam kesenangan, rumah
tangga akan hancur dan malu. Waktu, kesehatan dan materi pun, haruslah kita
pakai dengan benar (Yak 1:15). Marilah kita membuang hawa nafsu yang memboroskan kekuatan kita pada hal yang sia-sia. Marilah kita hidup dengan menaruh harapan pada Tuhan, seperti Daud. Sambil kita hidup di bumi ini, memang banyak hal yang menyakitkan hati, seperti rumah tangga yang pecah, hutang, dll.
Namun, di saat-saat demikian, kita bisa tidak meninggalkan iman,
itulah hal yang harus kita syukuri. Lalu di hari-hari
biasa kita tidak berdoa dan karena
hal yang genting terjadi, kita menjadi berdoa, itupun merupakan hal yang harus kita syukuri karena iman kita tidak dirampas
oleh kegelapan, setan iblis.
Kesimpulan:
3.
Marilah hidup dengan hati yang tentram seperti Daud.
Rupa yang paling tentram dan bahagia di dunia ini
pastilah merupakan rupa bayi yang digendong ibu. Ayunan yang terbaik bagi bayi adalah pelukan ibu. Di
situlah terdapat damai dan kebahagiaan. Demikian pula,
kebahagiaan dan ayunan terbaik bagi umat manusia adalah pelukan Allah yang bagaikan pelukan ibu. Maka Daud
mengakui di Mazmur 131:2-3 bahwa ia menikmati berkat keheningan dan damai di hatinya, di dalam pelukan Allah, sama seperti seorang bayi yang baru selesai menyusu. Betapa baiknya jika kita bisa menikmati
keheningan, kesunyian dan damai yang sejati di dalam pelukan Allah senantiasa (Mzm 131:3,
144:15, 146:35). Kiranya Tuhan memberkati dalam nama Tuhan Yesus agar kita menjadikan Allah Yakub sebagai pertolongan kita dan kita menaruh harapan kepada-Nya,
serta segala harapan kita digenapi di dalam Tuhan. Amin.