FIRMAN
Khotbah minggu
BAGAIMANAKAH
KITA AKAN HIDUP DI DUNIA YANG BAGAIKAN KABUT?
(Yak 4:13–17)
Manusia hanya satu kali saja lahir dan mati, dan sesudah itu akan dihakimi (Ibr
9:27). Maka kita harus hidup dengan benar
dan akurat selagi kita menjalani kehidupan yang diberikan kepada kita.
Kehidupan yang hanya ada 1 babak ini terlalu pendek, maka kehidupan kita sangat
berharga. Kalau begitu, bagaimanakah kita harus menjalani kehidupan yang pendek
ini? Dan kita harus menyadari kita adalah sosok yang seperti apa?
1) Kita harus mengetahui bahwa kehidupan manusia hanya
bagaikan kabut.
Kita sedang
menjalani kehidupan yang sangat menyedihkan dengan memiliki harapan yang
sia-sia. Jika hati kita berkabut secara
rohani maka tidak akan terlihat apapun. Di Alkitab, kabut pertama kali tampak di Kejadian 2:6, “tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu.” Kata membasahi disini adalah “shyakah” dalam bahasa Ibrani dan berbentuk kata kerja yang
membuat pihak ke 3 menjadi. Seperti
petani yang memberikan air kepada tanah.
Permasalahannya, meskipun hujan belum turun, tetapi air memancar
keluar. Dengan melihat Padang gurun
Yehuda, kita bisa tahu bahwa air yang diperoleh bangsa Israel hanyalah hujan
atau embun yang turun dari langit. Maka hujan dan embun adalah kasih karunia
yang diberikan Allah (Ibr 6:7). Kalau begitu, apakah air yang memancar keluar
dari tanah meskipun hujan belum turun? Air ini bukanlah air yang turun dari
langit / sorga. Di Alkitab, kabut menggambarkan hidup manusia yang terbatas
(Yak 4:14 – kata ‘uap’ dalam kitab English ‘kabut’). Kabut juga
menunjuk
pada guru-guru palsu (2Pet 2:17).
Jadi “membasahi seluruh permukaan bumi” maksudnya bumi hanya dipenuhi dengan
manusia yang terbatas yaitu yang tidak mengenal Allah. Juga menggambarkan
pada keadaan bumi yang hanya penuh dengan guru-guru palsu yang menjatuhkan
orang lain.
Di zaman Yesus juga terdapat banyak orang yang
bagaikan kabut. Yesus datang di bumi ini sebagai kasih karunia dan
kebenaran untuk memberikan air hidup. Tetapi
orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat hendak meniadakan Firman Allah dengan
adat istiadat dan kebiasaan mereka
(mat 15:3, 6, Mar 7:8). Jadi ini adalah kebenaran yang memancar keluar dari
bumi.
Kabut menunjukkan betapa pendek dan hampanya kehidupan
manusia. Alkitab mengumpamakan hidup manusia
sebagai kabut. Kabut adalah keadaan dimana suatu
obyek tidak nampak dengan jelas. Maka dari itu, jika iman kita ada di tingkatan
anak kecil, kita tidak dapat membedakan kiri dan kanan. Maka iman kita harus
bertumbuh menjadi dewasa, iman yang memandang ke atas dan naik seperti rajawali
(Kol 3:1). Barulah sebagai orang yang percaya kepada firman, hati kita menjadi
hati yang besar seperti Tuhan dan kita menjadi memahami orang lain. Kita akan
menjadi orang yang bisa mendoakan tanpa ikut menjelekkan orang lain.
Kehidupan
manusia, semakin kita menua, kita harus lebih berhati-hati (Ams 27:1).
Kehidupan yang berhati-hati adalah kita harus membaca Alkitab dan percaya
kepada-Nya. Orang yang
membaca dan percaya kepada Alkitab, dapat mengetahui Firman yang Yesus katakan
(Yoh 8:51).
2) Kita harus mengetahui bahwa kehidupan manusia adalah
sosok yang tidak terputus dari keinginan dunia sambil berbuat dosa.
Manusia berbuat dosa dan tidak berhenti dari hawa nafsu dunia. Inilah kenyataan dari
sosok manusia yang lemah (Yak 4:13-14a). Manusia
merencanakan mengenai masa depan dan mengejar kebahagiaan dan kesenangan secara
jasmani. Apa tujuan manusia menjalani hidup? Tujuannya adalah ibadah kehadapan
Allah. Jika kita percaya Allah dengan baik, maka kita akan diberi berkat sampai
seribu angkatan. Tetapi jika kita tidak percaya dan jika ayahnya berbuat dosa,
maka anak-anaknya pasti akan menerima kutuk sampai pada keturunan yang ketiga
dan keempat (Kel 20:5). Kehidupan
manusia kita ini sangatlah pendek untuk kita menjalaninya dengan berbuat dosa.
Kesimpulan:
Selama kita
menjalani kehidupan yang pendek yang bagaikan kabut, bagaimanakah kita harus hidup di dunia ini? Pertama-tama kita harus mengetahui
dengan akurat dari keberadaan kita sendiri. Kita adalah manusia yang hidupnya
bagaikan kabut. Kita adalah
sosok yang tidak bisa mengelak untuk berbuat dosa dan tidak terputus dari
keinginan dunia. Kalau begitu, kita harus
menghabiskan kehidupan kita untuk melaksanakan kehendak Allah (Yak 4:15).
Tetapi sebuah hal yang harus kita berhati-hati adalah
kita tidak boleh bernazar dengan sembarangan
seperti hakim Yefta (Hak 11, Bil 30:1-16, Kej 28:20, Mzm 15:4). Jika kita
tidak menjaga sumpah yang telah kita nazarkan, maka kita tidak bisa keluar
darinya. Kita harus menjalani kehidupan yang
pendek ini untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah dan menabur benih injil
sejati untuk kemuliaan-Nya, serta terhadap anak-anak kita, haruslah memiliki
hati agar anak kita menghormati Allah dengan baik, melayani di
Gereja dan menjadi pelayan yang berjabatan
penting. Inilah yang menjadi harapan orang
tua.
Dan jika saudara
dan saya hanya memiliki kasih saja, maka kita akan menjadi orang yang
menyempurnakan segala Hukum Taurat. Kalau kita mengasihi orang lain, maka
ketakutan akan hilang dan selalu menjadi dunia
yang terang (Mat 22, Rom 13:8–10). Jika kita mengasihi Allah dan kita
membaca Alkitab dengan hati yang membara dan dengan segenap hati, maka kita
akan menjadi lebih dekat dengan Allah. Kapan saja kita semua akan pergi dari
bumi, dan ketika kita meninggalkan bumi ini, haruslah tidak ada penyesalan dan juga kita terus berlari dengan hati yang bersyukur. Dan pada hari Tuhan memanggil kita, kita tiba
dihadapan-Nya, kita menerima mahkota kebenaran yang telah disediakan-Nya bagi
kita dan hidup bersama dengan-Nya di Firdaus yang kekal. Amin.