FIRMAN
Khotbah minggu
[28-Feb-2016] Mereka Menanggung Tugas Sebagai Garam di dalam Masyarakat Dunia Sekuler
Views 43843 Votes 0 2016.03.07 09:43:56MEREKA MENANGGUNG TUGAS SEBAGAI GARAM
DI DALAM MASYARAKAT DUNIA SEKULER
(Mat 5:13, Mar 9:49-50)
Pembacaan
hari ini menyebut bahwa kita disuruh untuk menanggung tugas sebagai garam bagi generasi yang sedang merosot.
Apa paham yang salah dari orang Kristus terhadap dunia ini? Pertama,
paham hermitisme (mengisolasikan diri), ini sifatnya menolak dunia; dan kedua,
paham sekulerisme, yaitu tenggelam dan bergaul dengan orang tidak
percaya dan hidup menurut trend dunia. Kedua paham ini adalah sudut pandang
iman yang salah. Kita orang kudus memang harus masuk ke dunia, tetapi tidak
boleh menyatu pada dunia dan harus berperan sebagai garam. Mari kita pikirkan
tugas sebagai garam dunia.
1.
Identitas
sebagai garam adalah kesadaran diri. Allah tidak berfirman,
‘Jadilah garam dunia’, melainkan ‘Kalian adalah garam dunia.’ Garam yang asin
menunjuk pada ‘jemaat kudus yang memiliki firman’ yaitu jemaat yang menjaga
firman. 1)
Garam
adalah hal yang baik (Luk 14:34). Di masyarakat kuno, garam juga dipakai
sebagai alat tukar dalam jual beli. Kata ‘garam’ dalam bahasa Inggris adalah salt berkembang menjadi salary (gaji) dan soldier
(tentara), karena di zaman Yunani kuno dan Roma, gaji untuk pegawai dan tentara
adalah garam. Di Alkitabpun sama: ·
Ketika Raja meminta didoakan, di dalam korban
persembahan yang ia berikan, terdapat garam (Ezr 6:9, 7:22-23). ·
Ketika mempersembahkan korban persembahan, yang
ditaburkan garam (Im 2:13). ·
Ketika membakar ukupan, yang ditaburkan garam (Kel 30:35). ·
Pada upacara pentahiran, bayi yang baru lahir
disucikan dengan garam (Yeh 16:4). ·
Karena airnya pahit, orang yang minum akan keguguran
dan pohon-pohon tidak bisa menghasilkan
buah. Waktu itu, nabi Elisa menaburkan garam sehingga airnya
menjadi manis (2Raj 2:22). ·
Ketika membuat perjanjian dengan Allah, disuruh untuk
berjanji dengan menaruh garam (Bil 18:19). 2)
Ketika
memikirkan tentang identitas garam, persoalannya adalah garam yang kehilangan
rasa. Dunia memang sudah
membusuk dan akan membusuk lagi karena dipenuhi dengan dusta, persengkongkolan,
tipu muslihat dan kegelapan. Dengan menunjuk kepada dunia, Allah tidak menyuruh
“terluputlah!” melainkan “ubahlah!” Masalahnya bukan dunia yang membusuk tetapi
kita yang sebagai garam kehilangan rasa.
Hari ini, apakah kita menyadari diri sebagai garam? Saat garam
kehilangan rasa asin, baginya tidak ada hidup lagi. Kota Sodom & Gomora
hancur binasa karena tidak ada 10 orang benar didalamnya. Berarti di situ tidak ada 10 jemaat kudus yang menanggung tugas
sebagai garam. Ketika
malaikat Allah masuk ke kota Sodom dan Gomora, orang-orang di situ meminta
kepada Lot untuk menyerahkan tamu-tamu yang masuk ke rumahya untuk ditiduri.
Waktu itu Lot merelakan kedua anak perempuannya. Disini iman Lot memang hebat,
tapi alasan yang lebih mendasar mengapa Lot tidak bisa menolak untuk
menyerahkan kedua anak perempuannya, karena ia tidak menanggung tugas sebagai
garam dengan baik. 2Petrus 2:7-8 mengatakan bahwa jiwa Lot yang benar itu
tersiksa. Tapi ia tidak memiliki kesadaran diri yang penuh sebagai garam dan
tidak menginjil secara aktif. Ketika Sodom dan Gomora dihakimi, Lot dan istrinya
menerima kasih khusus dari Allah sehingga bisa keluar dari tempat itu. Tapi istri Lot
mengentengkan perkataan 2 malaikat untuk tidak menoleh ke belakang. Pada akhirnya,
istri Lot yang tidak percaya firman menoleh ke belakang dan menjadi tiang
garam. Ia menjadi gambaran dari jemaat kudus yang kehilangan
rupa sebagai garam di hari ini (Luk 17:32). 2.
Mari
kita memikirkan tentang tugas dari garam. 1) Garam
memiliki peran untuk mencegah pembusukan dunia dan mensterilkan (Kel 30:35). Ketika
jemaat kudus melakukan tugas sebagai garam, rumah tangga kita juga akan
disucikan. Dan ketika anggota keluaga yang telah disucikan itu datang ke
gereja, gereja pun secara otomatis akan menjadi disucikan. Di Alkitab, Allah berjanji dengan garam,
dengan maksud bahwa janji-Nya tidak akan berubah untuk selama-lamanya. Demikian pula, iman dari jemaat kudus yang
bagaikan garam pun tidak boleh berubah. Seperti demikian, garam mencegah pembusukkan
dunia (Mat 5:13, Luk 17:26, Kej 6:12). 2)
Garam memperlihatkan teladan dari pengorbanan diri. Setelah masuk ke air
atau makanan, garam harus mengorbankan dirinya, barulah itu membuat rasa makanannya keluar. Kehidupan Yesus bagaikan garam yang mengorbankan
diri-Nya untuk umat manusia dengan kerendahan hati senantiasa. Di dalam ungkapan ‘direndam dalam garam’, terkandung
kepedihan yaitu pengorbanan diri dari garam karena garamnya hilang. Jika
masih ada hawa nafsu, nafsu birahi, ketamakan, dusta, iri hati & cemburu,
maka kita belum bertugas sebagai garam. 3)
Tugas garam ada pada mengeluarkan rasa. Garam adalah simbol
kekayaan di berbagai negara. Di abad ke-15 sampai 16, di
Eropa, katanya garam itu dikurangi atau dihitung dengan ujung pisau karena
jika menyentuh dengan jari tangan, itu tidak sopan dan akan menimbulkan
kemalangan. Seperti demikian, garam itu dianggap sangat
berharga. Kalau begitu, apa tugas yang terbesar dari garam?
Itu adalah mengeluarkan rasa (Ayub 6:6b). Firman yang keluar dari mulut Yesus
memiliki kuasa dan kekuatan (Mat 7:28-29). Injil Sorga yang keluar dari mulut-Nya
memiliki daya tarik. Itu membuat seluruh manusia menjadi memiliki
harapan hidup dan membuat manusia yang tidak menarik menjadi menarik. Seperti demikian, kita semua haruslah
menjadi jemaat kudus yang memiliki daya tarik. Sama seperti firman di 2Korintus
2:14, marilah menjadi harum Kristus. Kesimpulan: Garam yang kehilangan
rasa akan dibuang dan menerima penghakiman (Kej 19:24-25). Gereja adalah kendi
garam. Jika garam hanya tetap tinggal dalam kendi saja, ya memang nyaman, enak
dan bagus. Tapi dari kendi garam, jemaat kudus harus keluar ke masyarakat
dunia dan menyampaikan injil. Seperti demikian, lewat
masa sengsara ini, marilah kita memecahkan kendi garam kita masing-masing
seperti yang Tuhan lakukan dan kita bisa dipakai untuk dunia. Kalau lihat kemah suci di PL, ada bejana pembasuhan untuk imam
mencuci tangan; mezbah korban barakan untuk menyembelih dan membakar korban
persembahan; juga ada mezbah pembakaran ukupan. Ketika kita menanggung dengan baik tugas sebagai
garam, sampai manakah kita akan naik? Kita akan naik sampai ke mezbah pembakaran ukupan dan
akan dipersembahkan di mezbah terakhir. Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita
semua menjadi orang-orang garam seperti pada penciptaan yang semula. Amin.