FIRMAN
Khotbah minggu
DENGAN MEMBERIKAN SYUKUR SEPERTI APAKAH KITA HARUS HIDUP?
(Kol 3:16-17, 2Kor 8:1-7)
Kata ‘syukur’ dalam bahasa aslinya mengandung makna berkat. Syukur membawa mujizat dan mengisi kasih karunia dengan penuh. Syukur adalah ‘yukaristos’ dalam bahasa Yunani yang berarti kasih karunia yang baik. Kata ini menunjuk kepada hati yang bersyukur terhadap kasih karunia yang telah diterima dari Allah. Ketika kita mengenal kasih karunia, barulah kita bisa membalas kasih karunia tersebut. Ini adalah kewajiban dari orang-orang kudus. Sebaliknya, tidak mengenal syukur adalah dosa besar dan dosa pengkhianatan. Allah adalah Sosok yang menurunkan amarah-Nya kepada orang yang melupakan kasih karunia-Nya dan memberikan kasih karunia serta belas kasihan kepada orang yang menyesal atas kesombongannya dan bertobat (2Taw 32:25-26). Dikatakan di Mazmur 50:23 bahwa siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban memuliakan Allah. Sorga adalah tempat yang berlimpah dengan syukur. Maka orang yang menjalani kehidupan yang senantiasa bersyukur dan bersandar pada Tuhan adalah orang yang hidup dengan merasakan kehidupan sorga. Bagi orang tersebut, masalah apapun dapat diselesaikan dan menerima berkat Imanuel dan memiliki iman yang berjalan bersama dengan Allah, serta pada akhirnya menerima berkat masuk ke sorga dengan hidup-hidup.
1. Haruslah ada hati yang sadar, barulah kita bisa memberikan syukur.
Di Keluaran 35-36, setelah membangun kemah suci, ketika orang-orang Israel memberikan persembahan, kata 'hati' muncul sebanyak 10 kali (contoh: Kel 35:5). Ketika Israel menerima pengampunan dosa dan sadar, mereka melimpah dengan hati yang bersyukur. Allah adalah Sosok yang lebih mementingkan hati daripada formalitas. Sesuai dengan seperti apa hati kita, maka akan ditentukan apakah persembahan kita berkenan kepada Allah atau tidak. Ketika Adam jatuh dosa, hal yang pertama kali Allah perintahkan adalah penyembahan atau korban persembahan. Perintah tsb merupakan pemeliharaan penebusan Allah untuk secara total memulihkan manusia dari kejatuhan. Allah tidak menerima persembahan Kain yang tidak diberikan dengan segenap hati. Maka jika kita tidak menyadari kasih karunia, kita tidak bisa mencurahkan segenap hati kita, tidak bisa bersyukur dan menjadi pelit (Luk 12:16-21, Mzm 49:21). Allah menyelidiki hati manusia yang memberikan persembahan. Jika orang berpikir harus dapat sesuatu baru bisa bersyukur maka ia akan terus susah sepanjang hidupnya. Kita haruslah terlebih dahulu memikirkan hal-hal yang diterima dari Allah. Rasul Paulus telah menderita sampai-sampai kehilangan harapan untuk hidup. Tapi ia menyadari betapa besarnya penghiburan dari Yesus Kristus. Ia sadar bahwa Tuhan telah memberikan kesusahan agar ia lebih dekat pada Tuhan dan ia bersyukur atas segala hal. Alkitab berkata bahwa kebahagiaan itu tergantung pada ada atau tidaknya hati yang sadar akan kasih dan berkat dari Allah kepada kita, serta nilai iman dan kebenaran yang berharga dari Alkitab.
2. Kita haruslah memberikan syukur lewat tubuh kita.
Dikatakan di Amsal 28:16, orang yang menjauhkan hawa nafsu atau ketamakan akan panjang umur. Jika ada ketamakan di hati, maka segala hal kita lakukan dengan berpusat pada diri sendiri, sehingga perhatian terhadap kasih karunia Allah akan hilang. Dikatakan bahwa orang yang melupakan Allah akan diterkam (Mzm 50:22). Di Lukas 7:36-50, seorang Farisi mengundang Yesus kerumahnya supaya ia mengenal identitas-Nya. Menurut adat istiadat, seharusnya kepada tamu diberikan air untuk mencuci tangan dan kaki dan handuk. Tapi kepada Yesus tidak diberikan dan tidak diladeni dengan baik. Waktu itu seorang perempuan berdosa masuk ke rumah itu dan dengan menangis dan mengaku dosa, ia membasuh kaki Yesus dengan air mata, menyeka dengan rambutnya, mencium kaki-Nya dan meminyaki-Nya dengan minyak wangi. Ia datang dari belakang Yesus menunjukkan kerendahan hatinya. Membasahi kaki Yesus dengan air mata menunjukkan syukur yang sesungguhnya. Menyeka kaki Yesus dengan rambut menunjukkan pelayanan dan pengabdiannya. Membasuh Yesus dengan minyak wangi menunjukkan kasih yang berbakti. Jadi perempuan itu melaksanakan kasih, pengabdian, pelayanan dan syukur lewat tubuhnya. Lewat perempuan itu, Yesus menerima syukur yang besar yang tidak pernah Ia terima sebelum dan sesudahnya semenjak Yesus datang ke bumi ini. Maka Yesus memanggil 12 murid-Nya dan menyuruh mereka agar ketika Injil disebarkan, kisah tentang perempuan itu pun harus diikutsertakan juga (Mat 26:6-13, Mar 13:3-9, Luk 7:50, Yoh 12:1-8). Maka kita harus menyadari firman sehingga terang firman bersinar dengan terang di dalam hati kita. Jika terang kasih karunia dan terang rohani menyoroti hati kita, barulah Allah akan memakai kita sebagai pelita-Nya (Ams 20:27). Orang tersebut akan dipakai Allah sebagai alat yang berharga yang menerangi seluruh bangsa.
3. Syukur kita haruslah dapat dibuktikan lewat materi.
Tuhan berkata di Matius 6:21 “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” Ada 3 tingkatan dalam memberikan persembahan syukur. Pertama, syukur yang tidak bertenaga yang diberikan dengan hati yang ringan. Kedua, syukur yang sebanding dengan kemampuan. Ketiga, syukur yang melampaui kemampuan. Jemaat kudus di gereja Makedonia memberikan persembahan dan syukur dengan iman dan dengan hati yang sukacita dan rela. Dikatakan di 2Korintus 9:6 “Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” Syukur adalah pernyataan iman (Rom 1:8, Kol 1:3). Syukur adalah bukti bahwa kita telah menerima kasih karunia (2Kor 1:11, 4:15). Syukur adalah tanda dari umat pilihan (2Tes 2:13, 20-21). Syukur merupakan sarana yang ajaib untuk menggenapi kehendak Allah, serta penangkal racun yang menghilangkan dosa dari hati kita. Syukur adalah berkat yang membuat kita menggenapi rupa Allah setiap harinya. Syukur juga merupakan cermin yang memantulkan kemuliaan Allah. Hanya kepribadian yang bersyukur sajalah yang dapat membawa kesuksesan.
Kesimpulan: